Thursday 3 February 2011

DATARAN DAMAI SEJAHTERA DAN BUKIT SUKACITA

Bacaan Alkitab: Filipi 4:4-9
Pendahuluan
“Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! sekali lagi ku katakan: bersukacitalah!” (Filip 4:4). Sebagian dari kita tidak berada dalam terang ayat ini dan merasa sangat nyaman. Kerap kali kita tidak bersuka cita, tidak berseri-seri dan tidak tenang sebagaimana mestinyaanak-anak Allah yang sejati. Harus diakui bahwa kita hidup di dunia yang tidak yang tidak ideal dan diantara orang-orang yang tidak sempurna. Cuaca tidak selamanya cerah, keadaan tidak senantiasa menyenangkan, berbagai hal tidak selalu mendukung untuk menjadi ceria, orang tidak terus menerus baik, penuh perhatian dan suka membantu. Namun demikian kita diingatkan bahwa kita pasti sangat mengecewakan Tuhan kita yang berfirman “kamu adalah terang dunia” (Matius 5:14). Artinya kita harus bersinar.
Kita semua menjadi sasaran dari nasehat Paulus, Rasul yang memiliki sukacita. Ia mengatakan, dengan penekanan dan pengulangan pentingnya bersukacita di dalam Tuhan. “Bersukacitalah senantiasa di dalam Tuhan!” –disini ada penekanan dan  “sekali lagi kukatakan: bersukacitalah!” –disini ada pengulangan. Paulus juga menyebutkan kemustahilan untuk bersukacita apabila terlepas dari Tuhan. “Bersukacitalah senantiasa di dalam Tuhan!” ini bukanlah hasil dari usaha keras yang direncanakan secara cerdas atau di lakukan dengan sepenuh tenaga, tetapi semata-mata merupakan hasil persekutuan kita dengan Tuhan.
Rasul Paulus mengaitkan sukacita Tuhan dengan “damai sejahtera Allah” dan Allah sumber damai sejahtera, namun damai sejahtera muncul sebelum sukacita. Lalu bagaimana caranya untuk kita dapat menggapai dataran damaisejahtera dan bukit sukacita tersebut? Disini Paulus memberikan rumus yang dapat di pakai orang percaya untuk memperoleh “damai sejahtera Allah” yang pada akhirnya akan menuntun pada sukacita Tuhan. Rumusan tersebut terdiri dari 3 unsur:
1.      Roh Kebaikan
“Hendaklah kebaikan hatimu di ketahui semua orang” (ay 5). Arti dari istilah “kebaikan hati”: banyak penafsir menterjemahkannya seperti Kesabaran, Kelemahlembutan, dan Keluhuran budi. Frase tersebut sungguh-sungguh merupakan sebuah gabungan nilai. Ini mengungkapkan kekudusan yang disandingkan dengan kerendahan hati; kebencian terhadap dosa yang di padukan dengan kasih kepada pendosa, keyakinan yang disatukan dengan kesabaran, semangat yang di gabungkan dengan kebijaksanaan. Ia memungkinkan munculnya kemarahan tanpa keinginan untuk membalas dendam; amarah tanpa berdosa.
 Pendorong bagi kita untuk dapat memperlihatkan kebaikkan hati kepada semua orang adalah kehadiran Kristus yang menenangkan dan membuat orang rendah hati. “Tuhan ada dekat kita” TIdak akan sulit bagi kita untuk mempraktekan kebaikan di dalam perkataan saat kita memiliki kesadaran bahwa Tuhan ada di dekat kita. Dan tidak akan sulit bagi kita untuk menunjukkan kebaikkan dalam perasaan apabila kita menyadari kehadiran Tuhan kita. Juga tidak akan sulit bagi kita untuk mempraktekan kebaikan di dalam tingkah laku kita bahkan ketika muncul godaan, bila ingat bahwa Tuhan ada di dekat kita. Jadi bagaimana kita mengusahakan supaya kita memiliki Roh kebaikan, yaitu dengan menghadirkan Tuhan di dalam hidup kita dan menyadari bahwa Tuhan ada di dekat kita.

2.      Disiplin Doa
“Janganlah hendaknya kamu khawatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam Doa dan permohonan dengan ucapan syukur” (ay 6). Doa yang efektif tergantung pada dua syarat: yang Pertama, doa harus di lakukan dengan penuh kepercayaan. Ketika keadaan normal tidak ada masalah iman kita seperti pemazmur yang dalam kepercayaan yang utuh menyatakan “Tuhan adalah gembalaku……(Maz 23). Aku melayangkan mataku kegunung-gunung dari manakah akan datang pertolonganku….(Maz 121:1)”. Dan ketika keadaan menjadi sulit, symbol yang sesuai dengan iman yang bertekun adalah pohon di tengah musim salju yang menatikan datangnya musim semi. Meskipun daun-daunnya berguguran, setengah batangnya tertimbun salju, ranting-rantingnya di gayuti oleh es, dan tubuhnya di terpa oleh badai salju yang mengamuk tetapi ia terus mengangkat tangannya kepada Allah yang disorga yang telah berjanji, “selama bumi masih ada, takkan berhenti-henti musim menabur dan menuai, dingin dan panas, siang dan malam” (Kej 8:22). Serta ketika keadaan menjadi buruk, kita harus memiliki suatu teladan tentang kepercayaan yang sempurna di dalam Maz 27:1, “Tuhan adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? Tuhan adalah benteng hidupku terhadap siapakah aku harus gemetar?”
Yang kedua, doa harus di landasi sikap penuh syukur. Rasa syukur merupakan salah satu karunia yang dipakai orang percaya untuk menyatakan keadaan rohani yang baik. 1 Tes 5:18 : “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang di kehendaki Allah dalam Kristus Yesus bagi kamu”
3.      Praktek Hidup Yang Selektif
“Semua yang benar,… yang mulia,… yang adil,… yang suci,… yang manis,… yang sedap di dengar,… semua yang disebut kebajikan dan patut di puji, pikirkanlah semuanya itu” (ay 8). Hidup yang selektif mencerminkan kebijaksaan dalam tingkatan yang lebih tinggi. Dalam keadaan yang terburuk, betapapun mengenaskan dan menekannya, ada sesuatu yang baik. Di dalam diri orang-orang yang paling buruk, ada sesuatu yang layak dihargai. Di dalam situasi yang paling tidak ideal, terdapat sesuatu yang pantas dicari. Hidup yang selektif mencari hal-hal yang baik yang tersebunyi di dalam tumpukan, dan menolak apa yang tidak baik atau tidak bermanfaat.
Hidup yang selektif juga menunjukkan selera dan daya tarik terhadap kebaikkan. Seorang melihat dunia ini bukan bagaimana adanya, tetapi sebagaimana dirinya. Di dalam suatu gereja atau komunitas, seseorang mungkin melihat, menyerap, dan memancarkan apa yang indah, bernilai dan pantas dipuji. Orang lain secara khusus mungkin di anugerahi untuk merasakan skandal dan keburukan. Dengan menunjukkan apa yang kita lihat, kerap kali kita menunjukkan siapa diri kita sebenarnya.
Hidup yang selektif mengembangkan karakter yang mengimbangi makanan bergizi yang kita makan. Pertumbuhan rohani menuntut kedelapan vitamin yang terdapat dalam rumus rasuli –“semua yang benar,… yang mulia,… yang adil,… yang suci,… yang manis,… yang sedap di dengar,… semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu…”
Hidup yang selektif memiliki nilai-nilai untuk mengenyangkan jiwa dalam segala keadaan. Orang Kristen yang bijak dan yang sungguh-sungguh mencari kebaikan di dalam situasi yang di hadapinya kiranya akan memperoleh inspirasi di dalam proses selektif matahari ketika ia lewat diatas kepala untuk melakukan pekerjaannya. Dari manakah matahari mengumpulkan embun murni yang turun dalam bentuk hujan dan salju untuk memberkati bumi? Sebagian diserap dari danau dan sungai di pegunungan yang berkilauan. Tetapi tidak semuanya dari sana. Sebagian lagi di serap dari aliran sungai yang tercemar, dan sebagian lagi bahkan dari selokan-selokan paling kotor di daerah kumuh. Matahari itu selektif karena dari setiap lingkungan hal-hal yang bersih saja dan meninggalkan segala kotoran dan bau busuk di belakangnya.
“…Lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahter akan menyertai kamu” (ay 9). Inilah rumus surgawi: roh kebaikan, disiplin doa, dan praktik hidup yang selektif. Demikianlah, setelah mendapatkan persekutuan dengan “Allah sumber damai sejahtera” dan memperoleh “damai sejahtera Allah” di dalam hati kita, kita di persiapkan untuk mengalami sukcacita Tuhan.

No comments:

Post a Comment